PT Equity World | Ini Dia 'Emas Hijau' buat Petani, Bisa Dibanderol Rp 2 Juta/Kg
PT Equity World | Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, tanaman vanili dapat mendatangkan keuntungan karena harga per kilogram bisa mencapai Rp 2 juta. Hal ini disampaikan saat mengunjungi sentra petani vanili Salatiga, Jawa Tengah. "Kebutuhan vanili dunia besar. Harapannya petani Salatiga bisa serius menanamnya karena sekilo vanili mencapai Rp 2 juta," jelas Mentan, ditemui di sentra petani vanili Salatiga, Sidomukti, Rabu (31/3/2021). Ia mengatakan Salatiga cocok dijadikan tempat menanam vanili karena suhu dan kelembaban udaranya. Suhu udara di Salatiga dinilai cukup sejuk untuk tanaman vanili. "Salatiga bersuhu sampai 23 derajat celcius, sehingga cocok ditanami vanili yang langsung bisa panen setelah 8 bulan ditanam," ujar Mentan. Emak-Emak Gigit Jari! Harga Emas Hari Ini Anjlok Signifikan, Logam Mulia Antam Ambyar! | PT Equity World Dalam kesempatan itu Mentan Syahrul Yasin Limpo bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang mencanangkan Salatiga sebagai Kota Empat Pilar. Kementan memberikan 10 ribu bibit tanaman vanili bagi petani. Sementara Wali Kota Salatiga Yuliyanto mengatakan saat ini budidaya tanaman vanili di Kota Salatiga mencapai 3,7 hektar. Pemkot Salatiga juga mengupayakan penambahan budidaya tanaman vanili di Salatiga. "Kami mengupayakan penambahan tanaman vanili di Salatiga. Di antaranya pemberian 3 ribu batang tanaman vanili dan 12 ribu kilogram pupuk organik kepada para petani," jelas Yuliyanto. Selain itu Pemkot Salatiga melakukan strategi Saga Dasa Ben Vantra atau satu keluarga petani 10 tanaman vanili. Strategi pemberian 10 tanaman vanili per keluarga di Salatiga itu untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. "Para keluarga dapat menanam 10 vanili untuk memberi manfaat ekonomis dan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat," jelasnya.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorPT. Equityworld Futures merupakan salah satu anggota Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang resmi berdiri pada tahun 2005. |