Equity World | Alamak! Harga Emas Dunia Diramal Ambles Lagi ke US$ 1.700-an
Equity World | Analis komoditas memprediksi harga emas di pasar global bakal turun lagi ke level tahanan bawah atau support US$ 1.820/troy ons, kemudian ke US$ 1.781/troy ons seiring dengan kekhawatiran serangan gelombang dua pandemi Covid-19 yang memicu penguncian wilayah alias lockdown di sejumlah negara. Harga emas di pasar spot global bergerak melemah di bawah US$ 1.900/troy ons atau di level US$ 1.869/troy ons, melemah 0,40% dari perdagangan sebelumnya mengacu data Kitco pada Kamis malam (29/10/2020), pukul 12.00 WIB. Adapun di pasar berjangka, futures, harga emas untuk pengiriman Desember 2020, di Bursa Comex juga bertahan di level rendah US$ 1.869/troy ons atau turun 0,52%. Sementara itu, data Worldometer pada Kamis malam pukul 12.00 WIB, juga mencatat, jumlah positif corona secara global terus bertambah dan menembus 45,047 juta dengan jumlah kematian 1,18 juta dengan jumlah sembuh mencapai 32,85 juta orang. AS masih berada di urutan pertama dengan jumlah positif mencapai 9,14 juta dengan penambahan baru dalam sehari mencapai 26.488 orang, sementara di Rusia mencapai 1,58 juta dengan penambahan 17.717 orang. Di Inggris bertambah 23.065 menjadi 965.340 orang, di Italia bertambah 26.831 menjadi 616.595 orang, dan di Jerman bertambah 11.277 menjadi 490.898 orang. Selain efek lockdown, sentimen lain yang menjadi pertimbangan para investor ialah Pemilihan Presiden (Pilpres) AS. Harga emas jatuh lagi, catat rugi 2 hari beruntun saat dolar lanjutkan reli | Equity World Pekan depan, 3 November, Pilpres AS akan mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden. Sentimen lockdown dan Pilpres AS ini membuat volatilitas harga emas semakin menjadi. Ahli strategi komoditas TD Securities yang berbasis di Kanada, Daniel Ghali, mencatat bahwa harga level support (batas tahanan bawah) jangka panjang emas pada sisi negatifnya berada di US$ 1.820/troy ons. "Tanpa ragu, volatilitas ini adalah contoh kegelisahan pemilu. Berita tentang lebih banyak penguncian wilayah di Eropa juga salah satu alasan mengapa dolar menguat, dan pada gilirannya, terjadi penjualan emas [yang memicu harga turun]," kata Ghali, dikutip Kitco, Jumat (30/10/2020). Selain itu, sentimen aksi jual bersih di pasar saham pada Rabu juga menjadi cerminan pasar tengah kalut. Data CNBC International mencatat, pada penutupan perdagangan Rabu (28/10) atau Kamis pagi waktu Indonesia, tiga indeks bursa saham Wall Street AS 'kebakaran'. Indeks Nasdaq paling terkoreksi yakni sebesar 3,73% di level 11.004, sementara indeks S&P 500 juga ambles 3,53% di posisi 3.271. Adapun indeks indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) juga terjerembab sebesar 3,43% di level 26.519. Namun menurut Ghali, pasar sebetulnya sudah memperhitungkan (price in) adanya dukungan bagi Biden, lewat aksi yang disebut Blue Wave, alias Gelombang Biru. "Selama beberapa minggu terakhir, pasar telah price-in adanya Gelombang Biru. Itu adalah kemenangan bagi pihak Demokrat untuk kursi presiden dan senat. Risiko, terutama untuk emas, adalah emas akan menjadi sesuatu yang diperebutkan. Dan itu mungkin benar untuk pasar global," kata Ghali. "Dan saat kita menuju beberapa hari terakhir sebelum pemilihan, ada ketakutan akan skenario tipe 2016, di mana peluang pasar yang berlaku ialah emas akan tergelincir dengan sangat cepat." "Tentu ada risiko melakukan kesalahan pada hari pemilihan, dan itu mengarah pada keyakinan yang rendah. Dan sebagai hasilnya, kami melihat volatilitas yang lebih tinggi pada emas," kata Ghali. Pialang komoditas senior RJO Futures yang berbasis di Chicago, Bob Haberkorn, menambahkan bahwa jika aksi jual di pasar saham menjadi lebih buruk, harga emas mungkin akan terus turun dan menguji level US$ 1.850-1.855/troy ons terlebih dahulu dan kemudian turun lagi ke US$ 1.825/troy ons. "Kita bisa melihat level US$ 1.825 per troy ons jika Anda mendapatkan lebih banyak pengumuman penutupan [lockdown] akibat virus corona. Pasar saham bisa semakin ketakutan, yang mungkin akan menarik emas dan perak lebih rendah menjelang pemilihan presiden AS," kata Haberkorn. Dia menambahkan pasar hampir pasti memilih Demokrat pada poling pemungutan suara dalam beberapa pekan lalu, tetapi prospek itu tampaknya berubah dengan cepat. "Jika Anda bertanya kepada saya dua minggu lalu, siapa yang akan menang, saya akan memberi tahu Anda, Biden. Jika Anda bertanya kepada saya hari ini, saya mulai berpikir Trump akan menarik hal ini [memenangkan pilpres], dengan beberapa data yang sudah ada," kata Haberkorn. Dia mengatakan, kemenangan Trump kemungkinan akan memicu reli yang signifikan di pasar saham diikuti oleh kenaikan signifikan pada harga emas dan perak, yang akan ditambah dengan harapan bahwa kesepakatan stimulus AS akan segera terlaksana. Adapun kemenangan Biden, kemungkinan akan berefek pada aksi jual saham. Namun antisipasi stimulus yang jauh lebih besar akan menjadi alasan emas dan perak untuk reli. Menurut ahli strategi pasar senior LaSalle Futures Group, Charlie Nedoss, support pertama harga emas berada di US$ 1.850, tetapi jika logam mulai ini harganya jatuh di bawahnya, garis utama berikutnya turun di US$ 1.781,90, yang merupakan rata-rata pergerakan dalam 200 hari. Namun Haberkorn menegaskan, bagaimanapun, setelah semua suara terkait pemilihan berakhir, harga emas akan rebound. Setelah pilpres selesai, isu stimulus fiskal di AS akan kembali menjadi perhatian. Stimulus fiskal pada akhirnya akan cair siapapun pemenangnya apakah petahana Trump, dengan lawannya Biden. Namun, nilai stimulus akan lebih besar jika Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan tahun ini. Saat stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, dan secara teori dolar AS akan melemah. "Kemungkinan kesepakatan stimulus akan jauh lebih besar. Dan jika Biden menang, saya pikir logam menguat lebih karena paket stimulusnya akan jauh lebih tinggi daripada apa yang dilihat Trump," kata Haberkorn.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorPT. Equityworld Futures merupakan salah satu anggota Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang resmi berdiri pada tahun 2005. |