Equity World | Wall Street Anjlok Setelah Pernyataan Powell
Equity World | Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan Kamis (21/4/2022). Lonjakan yield Treasury menekan sentimen positif dari musim laporan kinerja emiten. The Federal Reserve mengisyaratkan kenaikan suku bunga 50 bps. Equity World | Pucuk Dicinta Ulam Tiba, Harga Emas Akhirnya Naik Juga Dow Jones Industrial Average turun 1,05% menjadi 34.792,76. S&P 500 turun 1,48% menjadi 4.393,66, dan Nasdaq Composite turun 2,07% menjadi 13.174,65. Imbal hasil Treasury 10 tahun (UST 10 tahun) naik tajam, di atas 2,9% untuk sebagian besar sesi, mendekati level tertinggi sejak akhir 2018. Yield UST 10 tahun memulai tahun di dekat 1,5% dan telah melonjak karena Federal Reserve memperketat kebijakan moneter untuk menahan lonjakan harga di AS. Pergerakan suku bunga hari Kamis terjadi karena Ketua Fed Jerome Powell mengisyaratkan kenaikan suku bunga yang lebih besar mungkin akan datang bulan depan. Berbicara di Debat Dana Moneter Internasional tentang Ekonomi Global pada Kamis sore, Powell mengatakan, "pantas dalam pandangan saya untuk bergerak sedikit lebih cepat untuk menaikkan suku bunga...Saya akan mengatakan 50 basis poin akan dibahas untuk pertemuan Mei.” Saham energi dan material merupakan kelemahan pasar pada hari Kamis, dengan Mosaic turun 9,4% dan Chevron kehilangan 4,6%. Saham energi bersih juga mengalami kesulitan, dengan ETF Invesco Solar turun hampir 7%. Penurunan signifikan di sektor teknologi datang dari Nvidia, yang turun sekitar 6%, serta Netflix dan Alphabet, masing-masing turun 3,5% dan 2,5%. Di tempat lain di Wall Street, Warner Bros. Discovery turun 6,9% setelah berita perusahaan menutup CNN+.
0 Comments
Equity World | Saham Asia Pasifik Naik, Investor Cermati Covid-19 di Tiongkok
Equity World | Saham di Asia Pasifik naik tipis pada perdagangan Kamis (21/4/2022) pagi karena investor terus mencermati situasi Covid-19 Tiongkok bersama dengan pergerakan yen Jepang. Equity World | Bursa Saham Asia Perkasa, Investor Cermati Kasus COVID-19 di China Nikkei 225 di Jepang naik 0,39% sedangkan indeks Topix naik 0,23%. Kospi Korea Selatan naik 0,31%. Di Australia, S&P/ ASX 200 sedikit lebih tinggi. Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang sedikit berubah. Investor akan mengamati tanda-tanda dukungan kebijakan dari Tiongkok karena daratan tersebut terus bergulat dengan gelombang Covid-19 paling parah sejak wabah awal 2020. Kebijakan ketat nol kasus Covid-19 telah menimbulkan pertanyaan tentang prospek ekonomi Tiongkok. Saham di Wall Street bervariasi. Dow Jones Industrial Average naik 249,59 poin atau 0,71% menjadi 35.160,79. S&P 500 turun sedikit ke 4.459,45 sementara Nasdaq Composite tertinggal, turun 1,22% menjadi sekitar 13.453,07. Di perdagangan Asia, kekhawatiran tentang ekonomi Tiongkok memukul perdagangan di Shanghai dan Hong Kong. Indeks saham utama Shanghai adalah penurunan terbesar di Asia, kehilangan 1,4% karena bank sentral Tiongkok (PBoC) mempertahankan suku bunga pinjaman utama tidak berubah, di tengah ketidakpastian atas dampak pembatasan Covid-19 Tiongkok yang sedang berlangsung. Hong Kong, yang anjlok pada perdagangan Selasa karena kekhawatiran tentang tindakan keras sektor teknologi yang sedang berlangsung di Beijing, juga berakhir turun. “Regulator PBoC menyadari kesia-siaan pemotongan suku bunga selama penguncian, karena kebijakan yang mendorong pinjaman akan memiliki dampak positif jangka pendek yang minimal pada aktivitas selama pembatasan mobilitas tetap berlaku,” kata analis independen Stephen Innes, Kamis. Equity World | Emas Makin Lemas, Kayaknya Harga Bakal Turun Terus...
Equity World | Harga emas terus melemah karena tidak mampu melawan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan yield surat utang pemerintah AS. Equity World | Wall Street Melambung, Indeks Nasdaq Naik 2 Persen Berkat Saham Disney dkk Pada Rabu (20/4/2022) pukul 05:45 WIB, harga emas dunia di pasar spot berada di US$ 1.948,74 per troy ons. Melemah 0,06%. Kemarin, harga emas ditutup di US$ 1.949,84 per troy ons, anjlok 1,45%. Harga sang logam mulia kan jauh dari level psikologis US$ 2.000 per troy ons. Padahal, sejak awal April, emas mampu bergerak perlahan-lahan untuk mendekati level US$ 2.000 per troy ons. Dalam sepekan terakhir, harga emas sudah turun 1,26% secara point to point Daniel Briesemann, Analis dari Commerzbank, mengatakan pelemahan emas disebabkan oleh menguatnya dolar AS serta melonjaknya yield surat utang pemerintah AS. Kemarin, yen Jepang melemah 0,13% di hadapan dolar AS. Yen mencapai level terlemah sejak 2002. Sementara itu, yield surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun sudah menyentuh 2,94%. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Desember 2019. "Cukup mengejutkan melihat emas masih bisa bertahan di harga sekarang di tengah penguatan dolar AS, kenaikan yield surat utang pemerintah, serta ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed," tutur Briesemann seperti dikutip dari Reuters. Melesatnya dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS tidak bisa dilepaskan dari komentar hawkish Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard. Berbicara di depan Dewan Hubungan Luar Negeri, Bullard mengatakan kenaikan suku bunga harus segera dilakukan menjadi sekitar 3,% pada tahun ini. Dia bahkan mengatakan ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan hingga 75 bps. Kenaikan tersebut di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan bank sentral AS akan mengerek suku bunga sebesar 50 bps pada Mei mendatang. Phillip Streible dari Blue Line Futures memperkirakan dalam jangka pendek, harga emas masih akan tertekan karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed. Pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan mereka "Komentar hawkish dari pejabat The Fed akan menaikkan yield surat utang pemerintah AS. Dalam jangka pendek, harga emas mungkin akan jatuh. Harga emas kemungkinan bisa terus turun ke kisaran US$ 1.920," Streible, seperti dikutip dari Reuters. Equity World | Wall Street Berakhir di Zona Merah, Ini Penekannya
Equity World | Bursa saham Amerika Serikat atau Wall Street ditutup melemah pada Senin (18/4/2022) waktu setempat (Selasa pagi WIB). Pelemahan ini terjadi didorong oleh kekhawatiran investor terhadap laporan pendapatan perusahaan yang berpotensi terdampak inflasi AS yang tinggi. Equity World | Bursa Saham Asia Menguat Terbatas, China Umumkan Dukungan ke Sektor Terdampak COVID-19 Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,11 persen, S&P 500 melemah 0,02 persen, dan Nasdaq Komposit terkoreksi 0,14 persen. Pelemahan juga terjadi karena imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun yang mencapai level tertinggi sejak akhir 2018, atau sebesar 2,884 persen. Di awal Maret 2022, imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun berada pada level 1,71 persen, namun setelah rencana Federal Reserve untuk melakukan pengetatan moneter guna menekan inflasi, imbal hasil Treasury AS terus mengalami kenaikan. Kepala Strategi Investasi CFRA Sam Stovall mengatakan, sentimen – sentimen tersebut turut membebani pergerakan harga saham dan memicu kekhawatiran tentang resesi yang akan terjadi di masa mendatang. “Kekhawatiran besarnya adalah, seberapa konsisten dan seberapa jauh imbal hasil Treasury AS 10 tahun akan naik, akibat konflik Ukraina, inflasi, dan kebijakan The Fed yang akan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan berikutnya,” kata Sam Stovall, kepala strategi investasi CFRA mengutip CNBC. Kenaikan harga komoditas pada hari Senin juga mendorong kekhawatiran tentang inflasi, serta bagaimana perusahaan – perusahaan akan menghadapi kenaikan biaya ke depan. Harga jagung mencapai level tertinggi dalam 9 tahun, demikian juga harga gas alam melonjak ke level tertinggi sejak tahun 2008. Saham – saham mega cap teknologi menguat, seperti Meta Platforms yang naik 0,28 persen, Amazon 0,71 persen, Microsoft 0,25 persen dan Alphabet 0,75 persen. “Volatilitas di pasar obligasi terlalu tinggi saat ini, membuat investor memanfaatkan peningkatan dalam imbal hasil obligasi jangka panjang. Sampai volatilitas pasar obligasi mereda, kami memperkirakan saham teknologi mega cap dan saham dengan valuasi mahal akan berada dalam tekanan,” kata Zachary Hill, kepala manajemen portofolio di Horizon Investments. Saat ini, investor sedang bersiap menantikan laporan kuartalan perusahaan. Awal pekan ini, Bank of America, melaporkan penurunan laba per saham 13 persen dari tahun ke tahun, atau lebih tinggi dari proyeksi analis. Saham Bank of America naik 3,4 persen, demikian juga JPMorgan Chase dan Wells Fargo masing-masing naik lebih dari 1 persen. Pekan ini, beberapa perusahaan juga akan mengumumkan laporan kinerja keuangannya, seperti Netflix, Tesla, United Airlines, American Airlines, Alaska Air, CSX, Union Pacific, IBM, Procter and Gamble, Travelers, Dow Inc, Johnson and Johnson, American Express hingga Verizon. Equity World | Wall Street Tak Menentu, Investor Akan Mengalihkan ke Saham Defensif
Equity World | Indeks utama Wall Street ditutup tak pasti pada perdagangan Jumat (15/4). Para investor saham khawatir terhadap ketidakpastian geopolitik dan perjuangan Federal Reserve melawan inflasi. Equity World | Bursa Saham Asia Tergelincir, Investor Menanti Data Ekonomi China Di sisi lain ketidakpastian ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor defensif dinilai dapat mengatasi masa-masa bergejolak dan cenderung menawarkan dividen yang kuat. Mengutip Reuters, Senin (18/4), indeks utama Wall Street S&P 500 telah jatuh hampir 8 persen pada tahun 2022 dengan utilitas yang naik lebih dari 6 persen, kebutuhan pokok juga naik 2,5 persen, perawatan kesehatan telah turun 1,7 persen dan real estate telah menurun 6 persen. Sementara itu, sektor perawatan kesehatan (.SPXCH), utilitas (.SPLRCU), kebutuhan pokok konsumen (.SPLRCS) dan real estat (.SPLRCR) telah membukukan keuntungan sejauh ini di bulan April. Meskipun pasar telah jatuh, indeks tersebut mampu melanjutkan tren yang mengungguli S&P 500 (.SPX) tahun ini. Daya tarik sektor tersebut sangat kuat dalam beberapa bulan terakhir. Investor khawatir The Fed akan mencekik ekonomi AS secara agresif dengan memperketat kebijakan untuk memerangi lonjakan harga konsumen. Meskipun pertumbuhan ekonomi saat ini sedang kuat, beberapa bank besar Wall Street telah menyuarakan kekhawatiran atas tindakan agresif Fed yang dapat membawa resesi lewat ekonomi. Pasar Treasury AS juga mengirimkan sinyal yang mengkhawatirkan dari bulan lalu, ketika imbal hasil jangka pendek pada beberapa obligasi pemerintah jatuh tempo naik di atas yang jangka panjang. Fenomena tersebut dikenal sebagai kurva imbal hasil terbalik. Di mana kurva ini telah mendahului resesi masa lalu. Dampak dari perang di Ukraina turut menjadi pusat perhatian investor. "Alasan (saham defensif) mengungguli adalah orang-orang melihat semua hambatan pertumbuhan ini," kata Chief Investment Offficer Greenwood Capital, Walter Todd. Saham defensif telah membuktikan nilainya di masa lalu. DataTrek Research menemukan bahwa sektor perawatan kesehatan, utilitas, dan kebutuhan pokok mengungguli S&P 500 sebanyak 15 hingga 20 poin persentase selama periode ketidakpastian ekonomi selama 20 tahun terakhir. Economist and Portfolio Strategist New York Life Investments, Lauren Goodwin mengatakan, tim multi-aset perusahaan dalam beberapa pekan terakhir telah mengalihkan portofolionya ke saham kebutuhan pokok, perawatan kesehatan dan utilitas dan mengurangi eksposur ke keuangan dan industri. Dengan musim pendapatan yang akan meningkat minggu depan, perusahaan sektor defensif yang melaporkan termasuk perusahaan raksasa di bidang perawatan kesehatan Johnson & Johnson (JNJ.N) dan pendukung utama Procter & Gamble (PG.N). Investor juga akan melihat pendapatan dari raksasa streaming Netflix (NFLX.O) dan pembuat mobil listrik Tesla (TSLA.O). Tanda-tanda bahwa pendapatan perusahaan AS akan lebih kuat dari yang diharapkan tahun ini adalah dapat memperkuat kasus untuk sektor pasar lainnya termasuk bank. Perusahaan perjalanan atau perusahaan lain yang mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi atau nama-nama pertumbuhan tinggi dan teknologi yang menyebabkan saham lebih tinggi untuk sebagian besar. "Ekspektasi Fed yang lebih hawkish dengan meningkatkan risiko siklus ekonomi lebih pendek dan mempercepat pergeseran alokasi kami ke sektor ekuitas defensif ini," kata Goodwin. The Fed yang menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bulan lalu, telah mengisyaratkan siap untuk menerapkan kenaikan suku bunga yang lebih kecil dan dengan cepat melepas neraca hampir USD 9 triliun untuk menurunkan inflasi. Investor juga terkesima oleh ketidakpastian geopolitik yang berasal dari perang di Ukraina, karena telah menekan harga komoditas lebih tinggi dan membantu meningkatkan inflasi. Senior Investment Strategist Edward Jones, Mona Mahajan mengungkapkan, akibat harga yang melonjak, saham defensif juga mungkin dapat melindungi nilai inflasi sampai batas tertentu. "Ketika Anda memikirkan di mana ada sedikit lebih banyak kekuatan harga, konsumen harus membeli kebutuhan pokok mereka, perawatan kesehatan mereka, mungkin membayar tagihan listrik mereka, terlepas dari kenaikan harga," kata Mahajan. Tidak semua investor pesimis tentang prospek ekonomi dan banyak yang percaya momentum dapat dengan cepat beralih ke area pasar lain jika tampaknya ekonomi akan tetap kuat. Chief Market Strategist National Securities, Art Hogan, menempatkan peluang resesi tahun ini sebesar 35 persen tetapi itu bukan kasus dasar mereka. "Ketika kekhawatiran tentang resesi yang akan datang surut, saya pikir sponsor dari pihak defensif akan surut dengan itu," tambah Hogan. Lonjakan saham defensif telah mendorong valuasi mereka. Sektor utilitas diperdagangkan pada 21,9 kali perkiraan pendapatan ke depan, level tertinggi dalam catatan dan jauh di atas rasio harga terhadap pendapatan rata-rata lima tahun sebesar 18,3 kali, menurut Refinitiv Datastream. Sektor bahan pokok diperdagangkan dengan premi sekitar 11 persen dari rata-rata P/E ke depan selama lima tahun, sementara perawatan kesehatan berada pada premi 5 persen. "Sama sekali tidak mengejutkan saya melihat beberapa pembalikan berarti pada perdagangan ini untuk jangka waktu tertentu. Tetapi selama kekhawatiran seputar pertumbuhan ini bertahan, maka Anda dapat terus melihat area-area tersebut relatif mengungguli," kata Todd. |
AuthorPT. Equityworld Futures merupakan salah satu anggota Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang resmi berdiri pada tahun 2005. |