Equity World | Emas Dunia Kembali Pamer Kemilau
Equity World | Harga emas berbalik naik atau rebound pada akhir perdagangan Kamis waktu setempat (Jumat WIB). Kondisi itu karena meningkatnya kekhawatiran atas wabah virus korona di Tiongkok dan dampaknya terhadap ekonomi global membebani sentimen untuk aset-aset berisiko, menopang permintaan terhadap aset-aset safe-haven seperti emas. Mengutip Antara, Jumat, 24 Januari 2020, kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Februari naik USD8,7 atau 0,56 persen, menjadi ditutup pada USD1.565,40 per ons. Sementara itu harga spot emas menguat 0,4 persen menjadi diperdagangkan di USD1.564,13 per ons pada pukul 1.48 sore waktu setempat (1848 GMT). "Virus korona telah membawa orang ke emas karena ada antisipasi dari banyak potensi gejolak dalam ekonomi yang terpengaruh. Ini menambah tingkat ketidakpastian pada pasar keseluruhan yang memaksa orang untuk mempertimbangkan lebih banyak tempat berlindung yang aman," kata Jeffrey Sica, pendiri Circle Squared Alternative Investments. Pemerintah Tiongkok menempatkan jutaan orang di dua kota dalam isolasi ketika jumlah kematian mencapai 18 orang, dan 634 orang terinfeksi. Ketakutan virus korona menyebabkan kejatuhan terbesar di saham Tiongkok dalam lebih dari delapan bulan, yang pada gilirannya membebani pasar ekuitas global. Lebih lanjut memetik manfaat dari daya tarik emas batangan, imbal hasil surat utang AS jatuh ke posisi terendah beberapa minggu. Imbal hasil obligasi yang lebih rendah mengurangi potensi kerugian memegang emas yang tanpa memberikan suku bunga. "Ekuitas sedikit lebih lemah sehingga memicu minat pada logam. Tapi tidak adanya risiko geopolitik dalam jangka pendek membuat harga emas terkendali. Pertemuan bank sentral Eropa (ECB) tidak terlalu banyak menggerakkan pasar," kata Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures Bob Haberkorn. Equity World Harga emas "rebound" 8,7 dolar AS, dipicu kekhawatiran Virus Corona | Equity World Bank sentral Eropa mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan kebijakan terbaru dan meluncurkan tinjauan strategis target inflasi dan alat-alatnya. Emas, dianggap sebagai penyimpan nilai yang aman di saat ketidakpastian politik dan ekonomi, naik ke tertinggi tujuh tahun mendekati USD1.610,90 pada 8 Januari setelah meningkatnya ketegangan AS-Iran. Emas telah bertahan di atas USD1.550 untuk sebagian besar sejak itu. Fokus sekarang akan beralih ke pertemuan pertama Federal Reserve (Fed) AS tahun ini yang dijadwalkan 28-29 Januari. Harga spot emas bisa kembali ke terendah 21 Januari di USD1.545,96, tampak goyah di sekitar resistensi pada USD1.564, kata analis teknis Reuters Wang Tao. Di antara logam mulia lainnya, harga spot paladium turun 0,6 persen menjadi USD2.457,51 per ons, perak turun 0,1 persen menjadi USD17,80 dan platinum turun 0,7 persen menjadi USD1.004,83.
0 Comments
Equity World | Virus Corona Buat Bursa Saham Asia Kompak Melemah
Equity World | Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (23/1/2020), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei turun 0,78%, indeks Shanghai terkoreksi 0,74%, indeks Hang Seng melemah 0,82%, indeks Straits Times terpangkas 0,06%, dan indeks Kospi berkurang 0,56%. Sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari penyebaran virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International. Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan. Kini, infeksi virus Corona telah resmi menyebar ke Makau dan Hong Kong. Lagi-lagi, virus tersebut dibawa oleh orang yang baru saja mengunjungi China. Pada hari Selasa (21/1/2020), US Centers for Disease Control and Prevention mengonfirmasi diagnosis pertama atas infeksi virus Corona di AS. Kasus ini terjadi di Seattle, di mana pengidapnya adalah seorang pria yang baru saja mengunjungi China. Kemarin (22/1/2020), Komisi Kesehatan Nasional menggelar konferensi pers di Beijing dan menginformasikan bahwa jumlah korban meninggal akibat Virus Corona telah bertambah menjadi sembilan orang. Per 21 Januari, terdapat 440 kasus infeksi virus Corona yang tersebar di 13 provinsi di China. Sebanyak 1.394 pasien kini berada dalam observasi medis, seperti dilansir dari Bloomberg. Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang. Meluasnya infeksi virus Corona hingga ke negara-negara lain berpotensi membuat World Health Organziation (WHO) mendeklarasikan darurat kesehatan publik internasional atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Gara-gara Virus Corona, Bursa Saham Asia Berguguran | Equity World Equity World Sebagai catatan, PHEIC merupakan deklarasi formal dari WHO terkait kejadian luar biasa yang ditetapkan sebagai risiko kesehatan bagi masyarakat negara lain dan berpotensi memerlukan respons internasional yang terkoordinasi untuk menanggulanginya. Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, sebentar lagi masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia. Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China. Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis. Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut. PT Equityworld | Ekonomi Korsel Tumbuh Pesat, Bursa Saham Asia Malah Melemah
PT Equityworld | Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (22/1/2020), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei terkoreksi 0,12%, indeks Shanghai jatuh 0,45%, indeks Straits Times melemah 0,16%, dan indeks Kospi terpangkas 0,05%. Bursa saham utama Benua Kuning melemah menyusul sentimen negatif yang datang dari dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh International Monetary Fund (IMF). Pada proyeksinya di bulan Oktober, IMF memproyeksikan perekonomian global tumbuh sebesar 3% pada tahun 2019 dan 3,4% pada tahun 2020. Dalam proyeksi terbarunya, angka pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi 2,9%, sementara untuk tahun 2020 proyeksinya berada di level 3,3%. Proyeksi terbaru oleh IMF tersebut dituangkan dalam publikasi bertajuk "World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?" yang dirilis pada hari Senin waktu Indonesia (20/1/2020). Untuk tahun 2021, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas menjadi 3,4%, dari yang sebelumnya 3,6%. Dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global utamanya dipicu oleh proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah di India. Pada proyeksi bulan Oktober, pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2020 dan 2021 dipatok masing-masing di level 7% dan 7,4%. Kini, proyeksinya dipangkas masing-masing menjadi 5,8% dan 6,5%. PT Equityworld Dolar Kuat Gegara Corona, Harga Emas Antam Keok Rp 2.000/gr | PT Equityworld Terkait dengan China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin. Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990. Di sisi lain, sejatinya ada sentimen positif yang menyelimuti pergerakan bursa saham Asia. Pada pagi hari ini, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Korea Selatan periode kuartal-IV 2019 diumumkan di level 2,2% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 1,9%, seperti dilansir dari Trading Economics. Angka pertumbuhan ekonomi yang mencapai 2,2% tersebut merupakan level tertinggi yang dibukukan Korea Selatan dalam empat kuartal terakhir. Sayang, sentimen negatif yang datang dari dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF terbukti lebih dominan dalam mendikte pergerakan bursa saham Benua Kuning. PT Equityworld | IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global, Bursa Asia Melemah
PT Equityworld | Seluruh bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (21/1/2020), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei terkoreksi 0,04%, indeks Shanghai turun 0,32%, indeks Hang Seng jatuh 1,2%, indeks Straits Times melemah 0,24%, dan indeks Kospi terpangkas 0,13%. Dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh International Monetary Fund (IMF) menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada proyeksinya di bulan Oktober, IMF memproyeksikan perekonomian global tumbuh sebesar 3% pada tahun 2019 dan 3,4% pada tahun 2020. Dalam proyeksi terbarunya, angka pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi 2,9%, sementara untuk tahun 2020 proyeksinya berada di level 3,3%. Melansir CNBC International, dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global utamanya dipicu oleh pertumbuhan yang lebih rendah di India. "Proyeksi terkait pemulihan pertumbuhan ekonomi global tetaplah diselimuti ketidakpastian. Perekonomian dunia terus bergantung kepada pemulihan dari negara-negara berkembang yang dipenuhi dengan tekanan, sementara pertumbuhan di negara-negara maju bergerak stabil di kisaran level saat ini," papar Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam keterangan tertulis, seperti dilansir dari CNBC International. Melalui publikasi World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2020, IMF memaparkan kekhawatirannya terkait dengan kondisi perekonomian dunia di masa depan, utamanya terkait dengan memanasnya tensi di bidang perdagangan antar negara-negara dengan nilai perekonomian raksasa. "Tensi di bidang perdagangan yang baru bisa muncul antara AS dan Uni Eropa, dan tensi antara AS dan China bisa kembali memanas," jelas Gopinath. PT Equityworld Harga Emas 24 Karat Antam Hari Ini, 20 Januari 2020 | PT Equityworld Seperti yang diketahui, pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020) AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS. Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He. Sesuai dengan yang diumumkan oleh Trump pada bulan Desember, melalui kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%. Namun, bea masuk sebesar 25% bagi produk impor asal China senilai US$ 250 miliar tetap akan dipertahankan. Hal ini dilakukan oleh AS guna menjaga daya tawarnya dengan China memasuki negosiasi dagang tahap dua. Jadi, sejauh ini memang masih ada kemungkinan bahwa perang dagang AS-China bisa kembali memanas, mengingat keduanya belum mencapai kesepakatan dagang secara menyeluruh yang menghapuskan seluruh bea masuk tambahan. Equityworld Futures | Sempat Menghijau, IHSG Tutup Sesi Satu di Zona Merah
Equityworld Futures | Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (20/1/2020), di zona hijau. Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,3% ke level 6.310,5. IHSG kemudian terus memperlebar penguatannya. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.312,99, mengimplikasikan kenaikan sebesar 0,34% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat (17/1/2020). Sayang, IHSG kemudian meluncur turun ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi sebesar 0,47% ke level 6.261,86. Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,51%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,57%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-0,97%), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-0,89%), dan PT Astra International Tbk/ASII (-0,71%). Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru sedang melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei terapresiasi 0,24%, indeks Shanghai naik 0,43%, dan indeks Kospi terkerek 0,86%. Bursa saham Benua Kuning sukses mengekor jejak bursa saham AS alias Wall Street yang menghijau pada perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat. Pada penutupan perdagangan hari Jumat, indeks Dow Jones naik 0,17%, indeks S&P 500 menguat 0,39%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,34%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa. Rilis data ekonomi China yang menggembirakan menjadi faktor yang menopang aksi beli di bursa saham AS. Sepanjang tiga bulan terakhir tahun 2019, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 6% secara tahunan, sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters. Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian Negeri Panda tumbuh sebesar 6,1%, juga sesuai dengan estimasi. Angka pertumbuhan ekonomi China tersebut dirilis menjelang akhir pekan kemarin, Jumat. Lantas, pertumbuhan ekonomi China melambat signifikan dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990. Walaupun pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990, nyatanya hal tersebut sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar. Seperti yang sudah disebutkan di atas, angka pertumbuhan ekonomi China untuk periode kuartal IV-2019 dan keseluruhan tahun 2019 sesuai dengan konsensus. Lantas, pelaku pasar pun tak lagi kaget dengan perlambatan perekonomian China yang signifikan. Justru, fakta bahwa perlambatan ekonomi China tidaklah separah yang diekspektasikan menjadi faktor yang membuat pelaku pasar memburu instrumen berisiko seperti saham. Lebih lanjut, data ekonomi China untuk periode Desember 2019 juga menggembirakan. Produksi industri untuk periode Desember 2019 diumumkan tumbuh sebesar 6,9% secara tahunan, mengalahkan konsensus yang sebesar 5,9%, seperti dilansir dari Trading Economics. Kemudian, penjualan barang-barang ritel untuk periode yang sama tumbuh hingga 8% secara tahunan, juga di atas konsensus yang sebesar 7,8%, seperti dilansir dari Trading Economics. Equityworld Futures Ekonomi China Tumbuh Sesuai Ekspektasi, Bursa Asia Menghijau | Equityworld Futures Kedepannya, ada ekspektasi yang besar bahwa perlambatan ekonomi China bisa diredam. Pasalnya, AS dan China kini telah resmi meneken kesepakatan dagang tahap satu yang akan menjadi kunci dalam meredam tekanan terhadap perekonomian China. Seperti yang diketahui, pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020) AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS. Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He. Melansir World Economic Outlook (WEO) periode Oktober 2019 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), perekonomian China diproyeksikan tumbuh sebesar 5,819% pada tahun 2020, yang berarti perlambatannya tak separah perlambatan di tahun 2019. Ingat, proyeksi tersebut dibuat oleh IMF pada Oktober 2019 kala AS dan China belum mengumumkan dicapainya kesepakatan dagang tahap satu. Dengan kini kesepakatan dagang tahap satu sudah diteken, angka pertumbuhan ekonomi China untuk tahun 2020 tentu bisa lebih tinggi lagi. Sejauh ini, China masih merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Jika perekonomian China tumbuh relatif tinggi, tentu pertumbuhan perekonomian dunia juga akan berada di level yang relatif tinggi. Sayang, sentimen positif yang menyelimuti perdagangan hari ini gagal mengerek IHSG ke zona hijau. Per akhir sesi satu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 37,42 miliar di pasar reguler, seperti dilansir dari RTI. Saham-saham yang banyak dilego investor asing di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 40,98 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 23,68 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 13,69 miliar), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk/INKP (Rp 11,44 miliar), dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (Rp 11,37 miliar). |
AuthorPT. Equityworld Futures merupakan salah satu anggota Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) yang resmi berdiri pada tahun 2005. |